Pemerintah telah mencanangkan Asta Cita sebagai peta jalan pembangunan menuju Indonesia Emas 2045. Digitalisasi menjadi salah satu faktor kunci demi mewujudkan visi luhur ini. Implementasinya di sektor pemerintahan tidak terkecuali. Asta Cita ketujuh mengamanatkan pemerintahan yang berbasis digitalisasi untuk menciptakan pemerintahan yang transparan, inklusif, dan efisien.
Diskursus digitalisasi di tubuh birokrasi semakin relevan saat ini. Di tengah beban fiskal yang membengkak, digitalisasi menjanjikan sebuah solusi untuk mendongkrak pendapatan pemerintah, khususnya di tingkat daerah.
Solusi itu bernama Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah (ETPD). Sederhananya, ETPD adalah upaya mengubah transaksi pendapatan dan belanja Pemda dari cara tunai menjadi nontunai berbasis digital.
Secara historis topik ETPD sejatinya bukanlah barang baru. Langkah ini termaktub dalam Keputusan Presiden Nomor 3 tahun 2021 pada awal Maret 2021. Bahkan pada tahun 2017 Kementerian Dalam Negeri telah meminta seluruh penerimaan dan pengeluaran Pemda wajib ditransaksikan secara non tunai.
Pembayaran transaksi nontunai dapat menggunakan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK), cek, bilyet, giro, uang elektronik atau sejenisnya.
Dengan beralih dari sistem manual ke pembayaran digital, Pemda tidak hanya dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, tetapi juga mengoptimalkan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Digitalisasi ini juga meminimalisir kebocoran anggaran dan mempercepat aliran dana ke kas daerah.
ETPD tidak hanya bermanfaat bagi pemerintah, tetapi juga bagi masyarakat. Dengan transaksi elektronik, proses pembayaran pajak, retribusi, dan layanan publik lainnya menjadi lebih cepat dan mudah. Masyarakat tidak perlu lagi antre panjang atau berurusan dengan prosedur yang berliku.
Di samping itu, ETPD juga dapat mendorong inklusi keuangan. Dengan semakin banyaknya transaksi yang dilakukan secara elektronik, masyarakat akan semakin terbiasa menggunakan layanan keuangan digital. Hal ini sejalan dengan program Pemerintah untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan di Indonesia.
Data implementasi ETPD terkini menunjukkan perkembangan signifikan. Hingga semester I 2024, sebanyak 480 Pemda telah masuk dalam kategori Digital, meningkat dari 449 Pemda pada Semester II 2023. Jumlah ini merepresentasikan 87,9% dari total 546 Pemda di Indonesia.
Kondisi ini seakan menegaskan dua pesan penting. Pertama, adopsi digitalisasi oleh Pemda sudah menjadi sebuah keniscayaan. Kedua, optimisme seluruh Pemda naik kelas menjadi Digital kian membuncah seiring tren digitalisasi yang semakin ekspansif.
Keyakinan tersebut turut diperkuat oleh upaya bank sentral untuk mendukung program Pemerintah dalam mewujudkan Asta Cita. Bank Indonesia selaku otoritas sistem pembayaran konsisten bersinergi dengan seluruh Pemda melalui wadah Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD) untuk mempercepat implementasi ETPD.
Kartu Kredit Indonesia
Dalam Rapat Koordinasi Nasional P2DD tahun 2024 Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menguraikan tiga strategi utama untuk memperkuat ekosistem transaksi digital di daerah. Pertama, inovasi dan akseptasi digital dengan fokus pada pengembangan pembayaran digital oleh Penyedia Jasa Pembayaran (PJP), penguatan pelindungan konsumen, dan peningkatan literasi digital.
Salah satu langkah konkrit yang sudah dan akan terus digalakkan ialah adopsi Kartu Kredit Indonesia Segmen Pemerintah (KKI Pemerintah).
Saat awal peluncurannya pada Agustus 2022 KKI Pemerintah dikembangkan menggunakan mekanisme QRIS berbasis sumber dana kredit sehingga seluruh transaksi diproses di dalam negeri. Dalam perkembangannya, bentuk fisik KKI Pemerintah mulai diperkenalkan Mei 2023.
Layanan KKI Pemerintah terus diperkaya lewat kehadiran fitur pembayaran daring QRIS Merchant Presented Mode (MPM) pada Oktober 2023 dan Virtual Card Tokenization pada Agustus 2024.
Dengan berbagai fitur kekinian tersebut, transaksi KKI Pemerintah terus mengalami pertumbuhan eksponensial. Pada triwulan III 2024 nilainya mencapai Rp117,99 miliar atau naik 10 kali lipat dibandingkan triwulan II 2023 sebesar Rp10,82 miliar.
Dengan besarnya nilai anggaran belanja Pemda yang mencapai ratusan triliun, pintu akselerasi transaksi pembayaran menggunakan KKI Pemerintah masih terbuka lebar.
Oleh karena itu, strategi jangka pendek yang dapat ditempuh Pemda diantaranya mendorong percepatan penerbitan Peraturan Kepala Daerah tentang tata cara penggunaan KKI Pemerintah, serta memperluas ketersediaan kanal pembayaran, terutama QRIS dan EDC.
Kedua, penguatan infrastruktur sistem pembayaran yang modern dan terintegrasi sesuai standar internasional. Sebagai contoh, Bank Indonesia memperkuat ekosistem sistem pembayaran guna mendukung penyaluran bantuan sosial atau juga dikenal sebagai G2P (Government to Person) 4.0.
Kebijakan yang ditempuh antara lain akselerasi penggunaan QRIS dan BI-FAST serta menghubungkan bank dengan fintech melalui standar Open Application Programming Interfaces (Open API) pembayaran.
Langkah di atas akan memastikan dana bansos dapat ditransfer dengan cepat ke rekening penerima manfaat. Tidak hanya itu, dana tersebut dapat digunakan pada lebih banyak pilihan kanal pembayaran, baik melalui bank, dompet digital, maupun lembaga keuangan lainnya, sesuai dengan preferensi penerima manfaat.
Peran BPD
Ketiga, konsolidasi industri untuk memperkuat perbankan daerah, terutama Bank Pembangunan Daerah (BPD) sebagai pengelola kas daerah. Saat ini mayoritas BPD memang telah memberikan layanan digital banking dan pembayaran menggunakan QRIS. Namun, ruang penyempurnaan masih terbuka lebar ke depan.
Misalnya, BPD dapat mengembangkan super apps yang mengintegrasikan berbagai layanan keuangan dalam satu platform, termasuk untuk pembayaran pajak dan retribusi daerah secara elektronik, manajemen anggaran dan belanja Pemda secara real-time, serta sistem pengawasan yang terhubung dengan regulator. Alhasil, dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah.
Terobosan lain yang tidak boleh dilupakan ialah peran BPD dalam digitalisasi dana desa. Integrasi Sistem Keuangan Pemerintah Desa (Siskeudes) dengan API Cash Management System (CMS) BPD akan memainkan peran penting sehingga setiap transaksi dapat dilakukan secara digital dan mudah dipantau.
Inovasi ini memungkinkan desa untuk bertransaksi langsung tanpa melibatkan uang tunai, yang pada gilirannya mengurangi potensi penyalahgunaan dan meningkatkan efektivitas pengelolaan anggaran desa.
Meski menjanjikan banyak keunggulan, masih banyak tantangan yang perlu menjadi pekerjaan rumah. Infrastruktur teknologi yang belum merata, literasi digital masyarakat, serta isu keamanan siber merupakan aspek yang perlu mendapatkan perhatian serius.
Oleh karena itu, penguatan sistem keamanan digital, edukasi kepada masyarakat, serta peningkatan kapasitas SDM pemerintah dalam mengelola transaksi digital harus menjadi prioritas.
Pada akhirnya, digitalisasi dalam sektor pemerintahan bukan sekadar peningkatan layanan, tetapi juga kunci utama dalam mencapai Asta Cita dan membawa Indonesia ke era keemasan 2045.
Kata kuncinya ialah sinergi. Kolaborasi erat antara Pemerintah, Bank Indonesia dan Perbankan menjadi bukti nyata bahwa reformasi birokrasi berbasis teknologi mampu berkontribusi nyata terhadap pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Artikel ini telah dimuat di INVESTOR DAILY 19 Februari 2025