Tidak ada orang yang nyaman dengan kerumitan saat berbelanja. Apalagi ketika bepergian ke luar negeri. Di tengah hiruk-pikuk kota Tokyo atau ketika tawar-menawar buah tangan di Beijing, wisatawan Indonesia sering terjebak dalam drama klasik: bingung mencari konter penukaran uang, resah dengan kurs yang mahal, atau gagal bertransaksi karena kartu kredit tidak terbaca.
Bank Indonesia membaca situasi ini dengan jeli. Bank sentral paham bahwa pembayaran di era digital seharusnya sesederhana satu ketukan di layar gawai cerdas. Karena itu, Bank Indonesia tengah mengakeselerasi kerja sama QRIS antarnegara dengan Jepang dan Tiongkok.
Langkah ini menjanjikan sebuah revolusi: cukup satu aplikasi pembayaran lokal, pelancong tanah air dapat bertransaksi menggunakan QRIS di luar negeri, begitu juga sebaliknya.
Perjalanan kerja sama QRIS antarnegara di kedua negara tersebut tidak terjadi dalam semalam. Misalnya, untuk menjembatani sistem pembayaran Indonesia dan Jepang, Bank Indonesia menjalin nota kesepahaman strategis dengan Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri (METI) Jepang pada Desember 2022.
Kesepakatan ini menandai dimulainya kolaborasi pembayaran digital lintas negara menggunakan QRIS dan Japan Unified QR Code (JPQR).
Di sisi lain, kerja sama sistem pembayaran antara Indonesia dan Tiongkok dibangun di atas fondasi yang lebih luas dari sekadar integrasi teknologi. Bank Indonesia dan People’s Bank of China telah menjalin kemitraan strategis melalui Local Currency Settlement (LCS) pada 2020.
Inisiatif ini memungkinkan penyelesaian transaksi bilateral menggunakan rupiah dan yuan. Dari sinilah hubungan kedua bank sentral berkembang ke ranah sistem pembayaran digital lintas batas.
Kebijakan bank sentral memang tidak harus selalu dibaca dalam angka suku bunga. Kadang kebijakan yang paling berdampak justru adalah saat konsumen bisa bertransaksi di negara lain semudah di negaranya sendiri.
Maka itu, interkoneksi QRIS ke Jepang dan Tiongkok menandakan sebuah bentuk sinergi sistem pembayaran kolektif yang mampu memangkas berbagai friksi.
Efisiensi yang ditawarkan QRIS antarnegara sangat fundamental. Dunia hari ini ditandai dengan tingginya mobilitas masyarakat global. Namun sayangnya, sistem pembayaran sering kali masih terjebak di masa lalu.
Kartu kredit belum tentu diterima di toko kecil, uang tunai harus ditukar dengan biaya tinggi, dan dompet digital kita sering tak kompatibel di luar negeri. Dengan QRIS antarnegara, pelaku UMKM dan wisawatan tidak perlu lagi bergantung pada metode pembayaran lama yang mahal dan lambat.
Secara historis, Indonesia telah melakukan berbagai langkah untuk memperluas implementasi QRIS antarnegara. Thailand, Malaysia dan Singapura merupakan negara tetangga yang telah terkoneksi dengan QRIS sejak tahun 2022 dan 2023.
Kerja sama ini dibingkai dalam kerangka Regional Payment Connectivity yang merupakan salah satu agenda prioritas ketika Indonesia memegang Presidensi G20 tahun 2022 dan Keketuaan ASEAN tahun 2023.
Kolaborasi ini berangkat dari kebutuhan praktis kolektif: pembayaran lintas negara yang cepat, murah, dan aman. Namun di balik kerja sama itu, tersimpan sebuah narasi besar. Dunia sedang bergerak menuju sistem keuangan internasional yang lebih terdesentralisasi dan inklusif.
Dan tentu saja, QRIS antarnegara adalah bagian dari mosaik global yang lebih luas.
Buktinya pada KTT G20 tahun 2020, para pemimpin dunia sepakat bahwa sistem pembayaran lintas negara saat itu masih memerlukan banyak terobosan.
Sebagai respons, G20 meluncurkan “Roadmap for Enhancing Cross-Border Payments.” Tujuannya ambisius: membangun sistem pembayaran global yang lebih murah, cepat, transparan, and inklusif.
Indonesia tidak hanya mendukung gagasan ini secara retoris. Melalui QRIS antarnegara, Indonesia sedang mengambil peran strategis: menjadi simpul penting dalam konektivitas pembayaran kawasan.
Rencana kerja sama QRIS dengan Jepang dan China akan semakin mempertegas posisi sentral Indonesia di kancah internasional.
Implikasi ekonomi
Menghubungkan QRIS dengan sistem pembayaran Jepang memiliki tantangan tersendiri. Negeri Sakura lebih konservatif dalam adopsinya terhadap pembayaran digital. Namun, potensi pembayaran digital terbilang masih sangat besar.
Pasalnya lebih dari 500.000 wisatawan Indonesia datang ke Jepang setiap tahunnya. Sebaliknya, 300.000 turis Jepang berkunjung ke Indonesia.
Tak heran, QRIS niscaya akan memudahkan para pelancong dari kedua belah negara dalam bertransaksi tanpa perlu bergantung pada uang tunai dan kartu.
Di sisi lain, Tiongkok menawarkan tantangan yang berbeda. Negeri Tirai Bambu memiliki kebijakan yang sangat ketat terkait perlindungan data dan keamanan transaksi. Meski demikian, tantangan ini dapat diatasi dengan pengaturan yang cermat antara bank sentral Indonesia dan Tiongkok.
Dengan menjalin kerja sama ini, kedua negara dapat memperkuat hubungan perdagangan sehingga membuka akses pasar baru bagi produk-produk Indonesia.
Sebagian besar diskusi soal QRIS antarnegara memang mengarah pada sektor pariwisata. Wajar, karena sektor ini langsung terdampak. Namun implikasi ekonominya jauh lebih luas.
Pertama, ada potensi besar bagi UMKM lokal untuk berdagang lintas negara. Jika sistem pembayaran antarnegara sudah terintegrasi, maka penjual batik di Pekalongan bisa menerima pembayaran dari pembeli di Osaka atau Shenzhen secara instan dan langsung dalam rupiah.
Kedua, ini membuka jalan untuk penggunaan mata uang lokal dalam transaksi antarnegara Asia.
Ketika QRIS memungkinkan konversi langsung antara rupiah, yen, atau yuan, maka ketergantungan terhadap satu mata uang global tertentu sebagai perantara dapat diminimalkan. Ini memperkuat kedaulatan moneter dan mengurangi risiko volatilitas eksternal.
Ketiga, efisiensi sistem pembayaran akan berdampak pada sektor lain—dari remitansi pekerja migran, pengiriman uang pelajar luar negeri, hingga e-commerce lintas batas. Sistem yang cepat dan murah menciptakan efek domino bagi pertumbuhan ekonomi digital.
Langkah awal
Pepatah bijak Tiongkok berbunyi “Perjalanan seribu mil dimulai dengan satu langkah.” QRIS antarnegara mungkin hanyalah satu langkah kecil dalam peta besar ekonomi digital Asia.
Namun, ini adalah langkah yang tepat karena ia membuka ribuan langkah berikutnya: perdagangan lebih inklusif, wisata yang lebih praktis, dan UMKM yang lebih percaya diri menembus batas negara.
Sejarah membuktikan bahwa kerja sama ekonomi besar sering kali dimulai dari langkah-langkah kecil, seperti pembayaran. Karena di ujung setiap transaksi, ada kepercayaan. Dan di balik setiap sistem pembayaran, ada pilihan: apakah kita hanya ingin menjadi pengguna, atau juga menjadi pemain?
QRIS antarnegara bukan hanya tentang kemudahan. Ia adalah wujud diplomasi dompet—cara baru Indonesia hadir di panggung ekonomi global, bukan dengan bendera, tapi dengan kode QR yang menyala di layar ponsel kita.
Itu bukan mimpi. Itu masa depan yang sedang dibangun hari ini. Satu transaksi QRIS di Tokyo atau Shanghai bisa menjadi simbol kecil dari perubahan besar yang akan datang. Dan Indonesia sudah memilih untuk tidak hanya menonton, tapi ikut bermain.
Artikel ini telah dimuat di INVESTOR DAILY 11 Juni 2025

