Bayangkan kamu bekerja di sebuah perusahaan di mana bosmu tidak memiliki kantor pribadi. Ia duduk bersama timnya, bekerja di meja yang sama, tanpa batasan fisik maupun psikologis. Ia tidak meminta laporan absensi, tidak memantau jam kerja, tapi timnya justru lebih produktif dan penuh semangat.
Kedengarannya seperti mimpi? Bagi Kevin Kruse, penulis buku Great Leaders Have No Rules, itulah masa depan kepemimpinan—dan mungkin satu-satunya cara untuk memimpin secara otentik di era modern.
Kevin Kruse, seorang entrepreneur sukses dan pemimpin beberapa perusahaan teknologi, memulai buku ini dengan satu gagasan provokatif: Aturan-aturan lama dalam kepemimpinan sudah usang.
Di dunia kerja yang terus berubah, pendekatan top-down dan penuh kontrol justru menjadi penghambat. Para pemimpin hebat hari ini bukanlah pengatur atau pengawas, melainkan pemberi kepercayaan, pemberi inspirasi, dan pemutus rantai aturan yang tak perlu.
Pemimpin Hebat Tidak Punya Aturan
Buku ini dimulai dengan satu pertanyaan besar: “Apa jadinya jika seorang pemimpin membuang semua aturan?”
Jawabannya tidak sesederhana chaos atau anarki. Justru, dalam ketiadaan aturan yang kaku, muncul rasa tanggung jawab personal dan kebebasan bertindak. Kruse bercerita tentang pengalamannya memimpin tim tanpa aturan HR yang ketat—tanpa kebijakan cuti, tanpa aturan jam kerja—dan hasilnya? Kepercayaan dan loyalitas yang luar biasa dari karyawannya.
Menghapus aturan bukan berarti membiarkan semua hal berjalan tanpa arah. Sebaliknya, ini tentang mengganti sistem kontrol eksternal dengan kesadaran internal. Ketika orang dewasa diperlakukan sebagai orang dewasa, mereka akan menunjukkan kedewasaan mereka.
Dari “Kontrol” ke “Koneksi”
Salah satu bab terpenting dalam buku ini adalah ketika Kruse menantang aturan “buka pintu kantor” yang selama ini dipandang sebagai simbol transparansi. Ia menyarankan pemimpin untuk menutup pintu mereka—dan bahkan lebih baik, tidak punya pintu sama sekali.
Kantor pribadi, bagi Kruse, menciptakan jarak dan hierarki. Ia menyarankan kita untuk bekerja di ruang terbuka, bersama tim, mendengarkan mereka secara langsung, dan hadir sepenuhnya dalam percakapan informal.
Alih-alih menjadi pemimpin yang “terbuka”, kita diajak untuk menjadi pemimpin yang tersedia dan setara. Di sinilah peran koneksi personal menjadi lebih penting daripada aturan struktural. Bukan struktur yang menciptakan kepercayaan, tapi interaksi yang otentik.
Jangan Pernah Menyuruh—Tapi Tawarkan Pilihan
Kruse kemudian menyentil kebiasaan pemimpin yang selalu memberikan instruksi. “Suruh mereka kerjakan ini”, “Saya mau laporan itu besok”, atau “Jangan lakukan itu lagi.”
Bagi Kruse, pemimpin hebat tidak menyuruh, tapi memengaruhi. Daripada berkata, “Tolong kamu kerjakan proyek ini”, ia menyarankan untuk berkata, “Saya butuh bantuan untuk menyelesaikan proyek ini. Menurutmu, bagaimana kamu bisa membantu?” Perbedaan kecil ini menciptakan rasa memiliki dalam diri anggota tim. Mereka merasa terlibat, bukan disuruh.
Privasi Adalah Ilusi
Salah satu ide paling berani dalam buku ini adalah ketika Kruse mengatakan bahwa pemimpin harus membunuh mitos privasi. Bukan dalam arti menjadi pemimpin yang kepo atau mengintip kehidupan pribadi timnya, tapi dalam arti bahwa pemimpin harus tahu siapa anggota timnya—bukan hanya dari sisi pekerjaan, tapi dari sisi siapa mereka sebenarnya.
Kruse percaya bahwa semakin kita mengenal orang-orang kita, semakin kita bisa memimpin dengan empati. Kita tidak bisa memotivasi orang yang tidak kita kenal. Kita tidak bisa membangun kepercayaan dengan orang yang hanya kita lihat sebagai posisi dalam struktur organisasi.
Menjadi Pemimpin yang Tidak Populer
Poin ini bisa jadi membuatmu berhenti sejenak. Siapa sih yang tidak ingin disukai oleh timnya? Tapi Kruse menulis dengan lantang: “Pemimpin hebat tidak selalu disukai, tapi mereka dihormati.”
Sering kali pemimpin jatuh dalam jebakan ingin menjadi teman bagi semua orang. Akibatnya? Mereka menghindari konfrontasi, tidak berani memberi feedback jujur, dan akhirnya membiarkan kinerja tim menurun.
Kruse mendorong kita untuk berani tidak populer. Memberikan feedback yang sulit. Menyampaikan ekspektasi yang jelas. Dan di atas segalanya, menjadi pemimpin yang adil, bukan yang menyenangkan semua orang.
Jangan Menyamaratakan Aturan
Pernahkah kamu membuat aturan hanya karena satu orang menyalahgunakan kepercayaan?
Kruse menyebut ini sebagai “the bad apple rule”—ketika satu orang membuat masalah, lalu kita membuat aturan baru yang berlaku bagi semua orang. Padahal, aturan itu hanya diperlukan untuk si pembuat masalah.
Dalam kepemimpinan modern, kita perlu meninggalkan pendekatan menyamaratakan. Pemimpin harus punya keberanian untuk mengelola individu, bukan sistem. Pemimpin hebat memperlakukan orang sebagai individu yang unik—dengan gaya kerja, tantangan, dan motivasi yang berbeda.
Kepercayaan, Bukan Pengawasan
Banyak perusahaan menerapkan sistem pengawasan ketat: CCTV, pelacakan waktu kerja, bahkan perangkat lunak pemantau layar komputer. Tapi Kruse justru berargumen bahwa semakin kita mengawasi, semakin kita menciptakan ketidakpercayaan.
Ia mengutip banyak penelitian yang menunjukkan bahwa kepercayaan adalah kunci produktivitas. Ketika tim merasa dipercaya, mereka cenderung bekerja lebih keras untuk tidak mengecewakan. Sebaliknya, ketika mereka merasa diawasi, mereka justru mencari cara untuk “mengakali sistem”.
Pimpin dengan Otentik dan Percaya
Great Leaders Have No Rules bukanlah ajakan untuk menjadi pemimpin kacau yang menolak sistem. Sebaliknya, buku ini mengajak kita meninggalkan pendekatan usang yang terlalu bergantung pada kontrol, aturan kaku, dan birokrasi.
Di tengah dunia kerja yang semakin dinamis, penuh perubahan, dan didominasi oleh generasi yang mendambakan makna, Kruse menawarkan cara memimpin yang lebih manusiawi, adaptif, dan efektif: dengan kepercayaan, bukan pengawasan; dengan hubungan, bukan dominasi.
Kepemimpinan hebat bukan lagi soal seberapa banyak aturan yang bisa ditegakkan, melainkan seberapa dalam kita bisa terhubung dengan orang-orang yang kita pimpin. Seberapa besar kita mampu menumbuhkan rasa kepemilikan dalam tim, bukan rasa takut akan hukuman.
Di sinilah letak kekuatan sejati pemimpin masa depan—mereka yang bisa melepaskan ego, membuka diri, dan mempercayai orang lain untuk bertumbuh bersama.
Buku ini menggugah kita untuk bertanya: Apakah saya sedang memimpin karena posisi, atau karena kepercayaan? Apakah saya memimpin dengan kendali, atau dengan pengaruh? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini akan menentukan sejauh mana kita bisa membawa tim kita menuju puncak potensi mereka.
Dan jika kamu merasa terjebak dalam pola lama kepemimpinan yang tak lagi relevan, barangkali sudah waktunya untuk mengganti pertanyaan “aturan apa yang harus saya buat?” menjadi “hubungan apa yang harus saya bangun?“
“Your job as a leader isn’t to enforce rules—it’s to shape culture.” – Kevin Kruse

